RSS

Islam dan Prinsip Bisnis



Makalah Islam dan Ekonomi
Tentang
Islam dan Prinsip Bisnis
Dosen pengampu: Robiatul Auliyah, SE, MSA.



Disusun oleh:
Kelompok 09 Akuntansi B
                       Anggota:   Choiriyah Maulidia NS     (140221100061)
                                        Dea Sora Nugraha            (140221100049)
                                        Ismi Mardiana                   (140221100067)


AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
Tahun 2015

Daftar Isi







Bab I
Pendahuluan


1.1  Latar Belakang

           
            Setiap manusia memerlukan harta untuk mencukupi segala kebutuhan hidupnya. Karenanya manusia akan selalu berusaha memperoleh harta kekayaan itu. Salah satu usaha untuk memperolehnya adalah dengan bekerja. Sedangkan salah satu dari bentuk bekerja adalah berdagang atau berbisnis. Kegiatan muamalah yang paling banyak dilakukan oleh manusia setiap saat adalah kegiatan bisnis. Dalam kamus bahasa indonesia, bisnis diartikan sebagai usaha dagang, usaha komersial di dunia perdagangan dan bidang usaha.
            Kegiatan bisnis yang ada sangatlah berkembang dengan pesat ditunjang dengan kemajuan zaman yang didukung dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi. Penduduk Indonesia yang mayoritas menganut agama islam juga mempengaruhi kegiatan dan bentuj dari bisnis itu sendiri. Di Indonesia terdapat dua macam bisnis yaitu bisnis islam (bisnis yang berlandaskan syariat islam)dan bisnis Non-islam (bisnis yang tidak berlandaskan syariat islam melainkan berlandas pada pemikiran manusia).
            Islam adalah agama yang sempurna  yang meliputi dan mengatur segala aspek kehidupan manusia (syumul), ia mengatur sistem berakidah (tauhid), beribadah dan juga bermuamalah, di mana yang satu dan lainnya saling berhubungan erat. Muamalah dalam Islam memiliki porsi yang memadai sebagaimana terdapat dalam dua dimensi lainnya.
Bisnis (tijarah) merupakan salah satu komponen utama dalam sistem muamalah yang dapat memberi manfaat bagi individu, dan kaum muslimin secara umum.
Hukum asal transaksi bisnis dalam Islam adalah mubah (dibolehkan), selama tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa  jenis dan bentuk  transaksi tersebut diharamkan. Prinsip ini menjadi dasar penting bagi pelaku bisnis (tajir/mustatsmir) untuk melakukan inovasi (tanmiyah) dalam melakukan aktivitas bisnis selama ia tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah syariah serta prinsip-prinsip dasar (maqasid) dalam Islam.
            Dalam makalah ini akan membahas tentang prinsip-prinsip bisnis dalam pandangan islam, namun selain prinsip-prinsip bisnis dalam makalah ini juga membahas bisnis islam secara umum.



1.2  Rumusan Masalah


1.      Apa pengertian bisnis dalam islam?
2.      Apa tujuan bisnis dalam islam?
3.      Bagaimana konsep bisnis islam?
4.      Apa pedoman bisnis dalam islam?
5.      Bagaimana etika bisnis dalam islam?
6.      Apa prinsip bisnis dalam islam?
7.      Bagaimana cara menjalankan bisnis yang baik?
8.      Apa perbedaan bisnis islam dan bisnis non-islam?

1.3  Tujuan


1.      untuk mengetahui pengertian bisnis dalam islam
2.      untuk mengetahui tujuan bisnis dalam islam                         
3.      untuk mengetahui konsep bisnis islam
4.      untuk mengetahui pedoman bisnis islam
5.      untuk mengetahui etika bisnis dalam islam
6.      untuk mengetahui prinsip bisnis islam
7.      untuk mengetahui cara menjalankan bisnis yang baik
8.      untuk mengetahui perbedaan bisnis islam dan bisnis non-islam

1.4  Manfaat

            Agar setiap pembaca makalah ini dapat mengetahui dan memahami bisnis dalam sudut pandang islam sehingga pengetahuan pembaca akan bisnis secara islam dapat bertambah, dan dengan hal itu keimanan pembaca dapat bertambah pula.
           





Bab II
Pembahasan


2.1  Pengertian bisnis


            Bisnis dapat didefinisikan sebagai pertukaran barang, jasa, atau uang yang saling menguntungkan atau memberi manfaat. Ada pula yang mengartikan bisnis sebagai suatu organisasi yang menjalankan aktivitas produksi dan di distribusikan atau penjualan barang dan jasa-jasa yang diinginkan oleh konsumen untuk memperoleh profit (keuntungan). Barang yang dimaksud adalah suatu produk yang secara fisik memiliki wujud sedang jasa adalah aktivitas-aktivitas yang memberi manfaat kepada konsumen atau pelaku bisnis lainnya.
Dari pengertian bisnis tersebut, dapat dipahami bahwa setiap pelaku bisnis akan melakukan aktivitas bisnisnya dalam bentuk memproduksi dan atau mendistribusikan barang dan atau jasa, mencari profit, dan mencoba memuaskan keinginan konsumen.
            Bisnis dalam Al-Qur’an yaitu al tijarah dan dalam bahasa arab tijarah, berawal dari kata dasar t-j-r, tajara wa tijarata yang bermakna berdagang atau berniaga. Bisnis islam dapat diartikan sebagai serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuk, namun dibatasi dalam cara perolehan dan pendayaan hartanya (ada aturan halal dan haramnya). Dalam arti, pelaksanaan bisnis harus tetap berpegang pada ketentuan syariat (aturan-aturan dalam Al-Qur’an dan al Hadist).
Dengan kendali syariat, bisnis dalam islam bertujuan untuk mencapai empat hal utama yaitu:
1.      Target Hasil; Profit Materi dan Benefit Nonmateri
Tujuan bisnis tidak selalu mencari profit (qimah maddiyah atau nilai materi), tetapi harus dapat memperoleh dan memberikan benefit (keuntungan atau manfaat) Non-materi, baik untuk pelaku bisnis maupun lingkungan yang lebih luas seperti terciptanya persaudaraan, kepedulian sosial, dan lain sebagainya. Selain mencari Qimah Maddiyah, juga masih ada dua orientasi lainnya, yaitu Qimah Khuluqiyah dan Ruhiyah. Qimah Khuluqiyah yaitu nilai-nilai akhlak mulia yang menjadi suatu kemestiaan yang muncul dalam kegiatan bisnis, sehingga tercipta hubungan persaudaraan yang islami. Sedangkan Qimah Ruhiyah yaitu perbuatan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

2.      Pertumbuhan
Jika target hasil telah tercapai, maka diupayakan pertumbuhan atau kenaikan akan terus-menerus meningkat setiap tahun dari target hasil tersebut. Upaya pertumbuhan ini tentu dalam koridor syariat islam. Misalnya, dalam meningkatkan jumlah produksi, seiring dengan perluasan pasar dan peningkatan inovasi agar dapat menciptakan produk baru.

3.      Keberlangsungan
Pencapaian target hasil dan pertumbuhan terus diupayakan keberlangsungannya dalam kurun waktu yang cukup lama dan dalam menjaga keberlangsungan itu dalam koridor syariat islam.

4.      Keberkahan
Faktor keberkahan atau upaya menggapai ridho Allah, merupakan puncak kebahagiaan hidup muslim. Para pengelola bisnis harus mematok orientasi keberkahan ini menjadi visi bisnisnya, agar senantiasa dalam berkegiatan bisnis selalu berada dalam kendali syariat dan diraihnya keridhoan Allah.

2.2  Konsep Bisnis Islam


1.      Konsep Peran Manusia
Untuk memahami etika islam,terlebih dahulu harus dipahami peran dan tugas manusia di dunia. Allah SWT berfirman dalam surah Adz-Dzariyat ayat 56:
 وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُون
Artinya: ” Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu.”

Oleh karena itu, semua tindakan manusia di dunia ini adalah semata-mata ibadah dan mengabdi kepada ALLAH SWT. Sebagai abdi Allah, dalam semua tindakannya manusia harus mengikuti perintah-Nya dan menghindari larangan-Nya. Disamping sebagai abdi dari Allah SWT , manusia juga diangkat sebagai khalifah dimuka bumi ini yang bertugas untuk menjga, merawat dan memanfaatkan segala yang ada dimuka bumi ini.

2.      Konsep Syariat Islam
Ketentuan Allah yang berkaitan dengan manusia disebut sebagai syariat yang artinya adalah jalan atau hukum/aturan. Tentunya bagi umat muslim syariat yang diyakini dan dijalankan adalah syariat islam. Menurut Imam Ghazali, tujuan utama syariat adalah memelihara kesejahteraan manusia yang mencakup perlindungan keimanan (aqidah), kehidupan, akal, keturunan, dan harta benda manusia. Selain itu syariat islam akan menentukan kepribadian seorang muslim yang akan tercermin dalam tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari, termasuk tingkah laku dalam berusaha dalam menjalani kegiatan ekonomi dan dalam menghadapi tantangan di dunia.
3.      Tata Nilai Islam
Dalam menjalankan perannya sebagai wakil Allah SWT menjadi khalifah di dunia, manusia harus mengikuti tata nilai yang telah ditetapkan Allah SWT. Tata nilai tersebut mengacu pada tujuan hidup manusia yaitu memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat. Allah SWT telah menentukan bahwa kesejahteraan di akhirat lebih penting dari kesejahteraan di dunia dan Allah SWT juga memperingatkan manusia untuk tidak melupakan haknya atas nikmat di dunia, sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Asy-Syura ayat 20.
barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat, akan kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan dunia kami berikan keppadanya sebagian keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bagian pun di akhirat”. (QS. Asy-Syura ayat 20)

Tata nilai menurut ajaran islam, yaitu sebagai berikut,
a.       Kesejahteraan di akhirat lebih utama dari kesejahteraan di dunia, namun manusia tidak boleh melupakan hak  atas kenikmataan di dunia.
b.      Kenikmatan di dunia tidak boleh membuat manusia melupakan kewajibannya sebagai abdi Allah dan sebagai khalifah di dunia.
c.       Manusia tidak akan memperoleh kecuali yang diusahakannya, dan Allah SWT menjamin akan mendapat balasan yang sempurna.
d.      Dalam setiap rahmat Allah SWT berupa harta yang diterima oleh manusia, terdapat hak orang lain. Maka dari itu, harta harus dibersihkan dengan mengeluarkan zakat, infaq, dan sedekah.

2.3  Pedoman Bisnis dalam Islam


Secara umum, pedoman islam tentang masalah kerja tidak membolehkan pengikut-pengikutnya untuk bekerja mencari uang sesuka hatinya dan dengan jalan yang tidak baik. Islam memberikan suatu garis pemisah antara yang boleh dan tidak boleh dalam mencari perbekalan hidup, dengan menitikberatkan juga kepada masalah kemaslahatan umum, seperti suka sama suka, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan dan di dzalimi dalam melakukan transaksi. Semua jalan yang saling mendatangkan manfaat antara individu-individu dengan saling rela-merelakan dan adil, adalah dibenarkan. Allah dalam firman-Nya surah An-Nisa ayat 29-30:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ عُدْوَانًا وَظُلْمًا فَسَوْفَ نُصْلِيهِ نَارًا وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرًا
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. An-Nisa 4: 29-30)
Beberapa bentuk transaksi yang dapat dikategorikan terlarang yaitu:
1.      Tidak jelasnya takaran dan spesifikasi barang yang dijual.
2.      Tidak jelas bentuk barangnya.
3.      Informasi yang diterima tidak jelas, sehingga pembentukan harga tidak berjalan dengan mekanisme yang sehat.
4.      Penjual dan pembeli tidak hadir di pasar, sehingga perdagangan tidak berdasarkan harga pasar.
Seseorang boleh saja berdagang dengan tujuan mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, tetapi (dalam islam) bukan sekedar mencari besarnya keuntungan, melainkan dicari keberkahan. Untuk memeperoleh keberkahan dalam jual-beli, islam mengajarkan prinsip-prinsip moral, sebagai berikut:
1.      Jujur dalam menakar dan menimbang.
2.      Menjual barang yang halal.
3.      Menjual barang yang baik mutunya.
4.      Tidak menyembunyikan cacat barang.
5.      Tidak melakukan sumpah palsu.
6.      Longgar dan murah hati.
7.      tidak melakukan riba.
8.      Mengeluarkan zakat.
Prinsip-prinsip tersebut diajarkan islam untuk diterapkan dalam dunia perdagangan agar memperoleh keberkahan usaha. Keberkahan usaha berarti memperoleh keuntungan dunia dan akhirat. Rasulullah SAW adalah pelaku pasar yang aktif , begitu pula dengan para sahabatnya. Gambaran pasar yang islami adalah pasar yang didalamnya terdapat persaingan sehat, dengan bingkaian nilai dan moralitas islam. Dengan mengacu pada Al-Qur’an dan praktik kehidupan pasar Rasulullah dan para sahabatnya, terdapat beberapa ciri khas kehidupan pasar yang islami menurut Ibn Taimiyyah adalah sebagai berikut:
1.      Orang harus bebas keluar masuk pasar. Memaksa orang untuk menjual barang dagangan tanpa ada kewajiban untuk menjual merupkan tindakan yang tidak adil dan ketidakadilan itu dilarang.
2.      Adanya informasi yang cukup mengenai kekuatan-kekuatan pasar dan barang-barang dagangan.
3.      Unsur-unsur monopolistik harus dilenyapkan dari pasar. Kolusi antarapenjual dan pembeli harus dihilangkan, pemerintah boleh melakukan intervensi apabila unsur monopolistik mulai muncul.
4.      Adanya kenaikan dan penurunan harga yang disebabkan naik-turunnya tingkat penawaran dan permintaan.
5.      Adanya homogenitas dan standarisasi produk agar terhindar dari pemalsuan produk, penipuan, dan kecurangan kualitas barang.
6.      Terhindar dari penyimpangan terhadap kebebasan ekonomi, pelaku pasar juga dilarang menjual barang-barang haram.
Dengan memperhatikan kriteria pasar islami tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pasar islami itu dibangun atas dasar terjaminnya persaingan sehat yang dibingkai dalam nilai dan moralitas islam.

2.4  Etika Bisnis dalam Islam


Salah satu kajian penting dalam islam adalah persoalan etika bisnis. Pengertian etika adalah a code or set of principle which people live (kaidah atau seperangkat prinsip yang mengatur hidup mansuia). Etika adalah bagian dari filsafat yang membahas secara rasional dan kritis tentang nilai, norma, dan moralitas.
Aktivitas bisnis merupakan bagian integral dari wacana ekonomi. Sistem ekonomi islam berangkat dari kesadaran tentang etika, sedangkan sistem ekonomi lainnya cenderung mengabaikan etika sehingga aspek nilai tidak begitu tampak.
Etika bisnis Islam merupakan etika bisnis yang mengedepankan nilai-nilai al Qur’an dan hadist. Oleh karena itu, beberapa nilai dasar dalam etika bisnis Islam yang disarikan dari inti ajaran Islam itu sendiri adalah antara lain :

1.      Kesatuan (Tauhid/Unity)
Tauhid merupakan wacana teologis yang mendasari segala aktivitas manusia, termasuk kegiatan bisnis. Tauhid menyadarkan manusia sebagai makhlik yang bertuhan. Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.
Dari konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.
Jika konsep tauhid diaplikasikan dalam etika bisnis, maka seyogyanya, seorang pengusaha muslim tidak akan :
a.       Berbuat diskriminatif terhadap pekerja, pemasok, pembeli, atau siapapun dalam bisnis atas dasar ras, warna kulit, jenis kelamin atau agama.
b.      Dapat dipaksa untuk berbuat tidak etis, karena ia hanya takut dan cinta kepada Allah swt. Ia selalu mengikuti aturan prilaku yang sama dan satu, dimanapun apakah itu di masjid, ditempat kerja atau aspek apapun dalam kehidupannya.
c.       Menimbun kekayaan dengan penuh keserakahan. Konsep amanah atau kepercayaan memiliki makna yang sangat penting baginya karena ia sadar bahwa semua harta dunia bersifat sementara dan harus dipergunakan secara bijaksana.

2.      Keseimbangan (Equilibrium/Adil)
Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan. Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi.
Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan. Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan

واوفوا الكيل اذا كلتم وزنوا بالقسطاس المستقيم ذالك خير وأحسن تأويلا

Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (Q.S. al-Isra’:35).

Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat adil, tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Maidah : 8

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ للهِ شُهَدَآءَ بِالْقِسْطِ وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَئَانُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيرُُ بِمَا تَعْمَلُونَ
 Hai orang-orang beriman,hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah SWT,menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-sekali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil lebih dekat dengan takwa, dan bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Maidah 5:8)

3.      Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan berarti manusia sebagai individu dan kolektif memiliki kebebasan penuh untuk melakukan aktivitas bisnis. Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Kebebasan manusia sesungguhnya tidak mutlak, tapi merupakan kebebasan yang bertanggung jawab dan berkeadilan. Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.
Kecenderungan manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya melalui zakat, infak dan sedekah.

4.      Tanggungjawab (Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanya secara logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya. Pertanggung jawaban menunjukkan bahwa manusia sebagai pelaku bisnis memiliki tanggung jawab moral kepada Allah SWT atas perilaku bisnis. Harta adalah komoditi bisnis dalam islam adalah amanah Allah SWT yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT

5.      Kebenaran: kebajikan dan kejujuran
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.
Dengan prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan transaksi, kerjasama atau perjanjian dalam bisnis.


Menurut al Ghazali, terdapat enam bentuk kebajikan :
a.       Jika seseorang membutuhkan sesuatu, maka orang lain harus memberikannya dengan mengambil keuntungan sesedikit mungkin. Jika sang pemberi melupakan keuntungannya, maka hal tersebut akan lebih baik baginya.
b.      Jika seseorang membeli sesuatu dari orang miskin, akan lebih baik baginya untuk kehilangan sedikit uang dengan membayarnya lebih dari harga sebenarnya.
c.       Dalam mengabulkan hak pembayaran dan pinjaman, seseorang harus bertindak secara bijaksana dengan memberi waktu yang lebih banyak kepada sang peminjam untuk membayara hutangnya
d.      Sudah sepantasnya bahwa mereka yang ingin mengembalikan barang-barang yang sudah dibeli seharusnya diperbolehkan untuk melakukannya demi kebajikan
e.       Merupakan tindakan yang baik bagi si peminjam untuk mengembalikan pinjamannya sebelum jatuh tempo, dan tanpa harus diminta
f.       Ketika menjual barang secara kredit, seseorang harus cukup bermurah hati, tidak memaksa orang untuk membayar ketika orang belum mampu untuk membayar dalam waktu yang sudah ditetapkan.

Rasululah SAW sangat banyak memberikan petunjuk mengenai etika bisnis yang dijadikan sebagai prinsip berbisnis, di antaranya ialah:

1.      Bahwa prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam doktrin Islam, kejujuran merupakan syarat paling mendasar dalam kegiatan bisnis. Rasulullah sangat intens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam hal ini, beliau bersabda:“Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya” (H.R. Al-Quzwani). “Siapa yang menipu kami, maka dia bukan kelompok kami” (H.R. Muslim). Rasulullah SAW sendiri selalu bersikap jujur dalam berbisnis. Beliau melarang para pedagang meletakkan barang busuk di sebelah bawah dan barang baru di bagian atas.

2.      Kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis. Pelaku bisnis menurut Islam, tidak hanya sekedar mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya, sebagaimana yang diajarkan Bapak ekonomi kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi kepada sikap ta’awun (menolong orang lain) sebagai implikasi sosial kegiatan bisnis. Tegasnya, berbisnis, bukan mencari untung material semata, tetapi didasari kesadaran memberi kemudahan bagi orang lain dengan menjual barang.

3.      Tidak melakukan sumpah palsu. Nabi Muhammad saw sangat intens melarang para pelaku bisnis melakukan sumpah palsu dalam melakukan transaksi bisnis Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, nabi bersabda “dengan melakukan sumpah palsu, barang-barang memang terjual tetapi hasilnya tidak berkah”. Dalam hadist riwayat Abu Zar, Rasulullah SAW mengancam dengan azab yang pedih bagi orang yang bersumpah palsu dalam bisnis. Praktek sumpah palsu dalam kegiatan bisnis saat ini sering dilakukan, karena dapat meyakinkan pembeli, dan pada gilirannya meningkatkan daya beli atau pemasaran. Namun, harus disadari, bahwa meskipun keuntungan yang diperoleh berlimpah, tetapi hasilnya tidak berkah.

4.      Ramah-tamah. Seorang pelaku bisnis, harus bersikap ramah dalam melakukan bisnis. Nabi Muhammad SAW  mengatakan, “Allah merahmati  seseorang yang ramah  dan toleran  dalam berbisnis” (H.R. Bukhari dan Tarmizi).

5.      Tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik membeli dengan harga tersebut. Sabda Nabi Muhammad, “Janganlah kalian melakukan bisnis najsya (seorang pembeli tertentu, berkolusi dengan penjual untuk menaikkan harga, bukan dengan niat untuk membeli, tetapi agar menarik orang lain untuk membeli).

6.      Tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Janganlah seseorang di antara kalian menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain” (H.R. Muttafaq ‘alaih).

7.      Tidak melakukan ihtikar. Ihtikar ialah (menumpuk dan menyimpan barang dalam masa tertentu, dengan tujuan agar harganya suatu saat menjadi naik dan keuntungan besar pun diperoleh). Rasulullah melarang keras perilaku bisnis semacam itu.

8.      Takaran, ukuran dan timbangan yang benar. Dalam perdagangan, timbangan yang benar dan tepat harus benar-benar diutamakan. Firman Allah: kecelakaan besarlah  bagi orang yang) curang, (yaitu) orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi” ( QS. Mutaffifiin 83: 1-3).

9.      Bisnis tidak boleh menggangu kegiatan ibadah kepada Allah. Firman Allah, “Orang yang tidak dilalaikan oleh bisnis lantaran mengingat Allah, dan dari mendirikan shalat dan membayar zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang hari itu, hati dan penglihatan menjadi goncang”.

10.  Membayar upah sebelum kering keringat karyawan. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Berikanlah upah kepada karyawan, sebelum kering keringatnya”. Hadist ini mengindikasikan bahwa pembayaran upah tidak boleh ditunda-tunda. Pembayaran upah harus sesuai dengan kerja yang dilakukan.

11.  Tidak monopoli. Salah satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialah melegitimasi monopoli dan oligopoli. Contoh yang sederhana adalah eksploitasi (penguasaan) individu tertentu atas hak milik sosial, seperti air, udara dan tanah dan kandungan isinya seperti barang tambang dan mineral. Individu tersebut mengeruk keuntungan secara pribadi, tanpa memberi kesempatan kepada orang lain. Ini dilarang dalam Islam.

12.  Tidak boleh melakukan bisnis dalam kondisi eksisnya bahaya (mudharat) yang dapat merugikan dan merusak kehidupan individu dan sosial. Misalnya, larangan melakukan bisnis senjata di saat terjadi chaos (kekacauan) politik. Tidak boleh menjual barang halal, seperti anggur kepada produsen minuman keras, karena ia diduga keras, mengolahnya menjadi miras. Semua bentuk bisnis tersebut dilarang Islam karena dapat merusak esensi hubungan sosial yang justru harus dijaga dan diperhatikan secara cermat.

13.  Komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bukan barang yang haram, seperti babi, anjing, minuman keras, ekstasi, dsb. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan bisnis miras, bangkai, babi dan ‘patung-patung’ ” (HR. Jabir).

14.  Bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka-sama suka di antara kamu” (QS. An-Nisa 4: 29).

15.  Segera melunasi kredit yang menjadi kewajibannya. Rasulullah memuji seorang muslim yang memiliki perhatian serius dalam pelunasan hutangnya. Sabda Nabi Saw, “Sebaik-baik kamu, adalah orang yang paling segera membayar hutangnya” (HR. Hakim).

16.  Memberi tenggang waktu apabila pengutang (kreditor) belum mampu membayar. Sabda Nabi Saw, “Barang siapa yang menangguhkan orang yang kesulitan membayar hutang atau membebaskannya, Allah akan memberinya naungan di bawah naunganNya pada hari yang tak ada naungan kecuali naungan-Nya” (H.R. Muslim).

17.  Bahwa bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman (QS. al-Baqarah:: 278)
Pelaku dan pemakan riba dinilai Allah sebagai orang yang kesetanan. Alah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (QS. 2: 275). Oleh karena itu Allah dan Rasulnya mengumumkan perang terhadap riba.

18.  Membangun hubungan baik antar kolega. Islam menekankan hubungan konstruktif dengan siapapun antar sesama pelaku bisnis. Islam tidak menghendaki dominasi pelaku yang satu atas pelaku yang lainnya baik dalam bentuk monopoli, oligopoly, maupun bentuk-bentuk lain yang tidak mencerminkan nilai keadilan atau pemerataan pendapatan.




2.5  Prinsip-prinsip Bisnis islam


1.      Kejujuran
      Sifat jujur atau dapat dipercaya adalah sifat terpuji yang disenangi Allah, walaupun disadari sulit menemukan orang yang dapat dipercaya. Kejujuran adalah barang mahal, kejujuran pelaku bisnis untuk tidak mengambil keuntungan hanya untuk dirinya sendiri dengan cara menyuap, menimbun barang, berbuat curang dan menipu, tidak memanipulsi barang dari segi kualitas dan kuantitasnya. Seperti yang tercantum dalam fiman Allah SWT  dalam surah At-Taubah ayat 119:

2.      Keadilan
      Islam sangat menganjurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku dzalim. Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta utuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang untuk orang lain selalu dikurangi. Kecurangan dalam bebrbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan. Al-Quran memerintahkan kaum muslim untuk menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan. Seperti yang tercantum dalam firman Allah swt dalam surah al Israa’ ayat 35.
                                    وَأَوْفُوا۟ ٱلْكَيْلَ إِذَا كِلْتُمْ وَزِنُوا۟ بِٱلْقِسْطَاسِ ٱلْمُسْتَقِيمِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”

3.      Keterbukaan
      Kesediaan pelaku bisnis untuk menerima pendapat orang lain yang baik lebih baik dan lebih benar serta menghidupkan potensi dan inisiatif yang konstruktif, kreatif dan positif.

4.      Kebersamaan
      Kebersamaan pelaku bisnis dalam membagi dan memikul beban sesuai dengan kemampuan masing-masing, kebersamaan dalam memiliki tanggung jawab sesuai dengan beban tugas, dan kebersamaan dalam menikmati hasil bisnis secara proporsional. Tidak ada diskriminasi pelaku bisnis atas dasae pertimbangan ras, wara kulit, jenis kelamin, atau agama. Dalam berbagi tugas harus menyerahkan kepada ahlinya bukan kepada sembarang orang, sekalipun keluarga.



2.6  Cara Terbaik Menjalankan Bisnis


Banyak orang yang ingin menjadi pembisnis handal, tetapi sulit untuk memulai bisnis, berikut ini terdapat beberapa cara untuk menjalankan bisnis dengan baik.
1.       Keterampilan melihat peluang usaha yang ada.
2.       Kesediaan dan keberanian menanggung resiko bisnis yang mungkin terjadi.
3.       Pemahaman dasar tentang modal bisnis.
4.       Aktif menjaga reputasi, menjaga reputasi bisnis yang telah berjalan.
5.       Mengembangkan jaringan sebagai pendukung bisnis.

2.7  Perbedaan Bisnis Islam dan Bisnis Non-Islam


Bisnis islam yang dikendalikan oleh aturan halal dan haram, baik dari cara perolehan maupun pemanfaatan harta, sama sekali berbeda dengan bisnis non-islam. Untuk memperjelas perbedaan antara bisnis islam dan non-islam maka dapat dilihat dalam skema dibawah ini.
No
Aspek
Ekonomi Islam
Kapitalisme
1
Ide
Allah SWT
Manusia

Sumber
Al-Qur’an dan hadis
Daya pikir manusia

Motif
Ibadah
Rasional dan materialisme

Paradigma
Islam
Pasar

Tujuan
Falah dan maslahah (dunia dan akhirat)
Utilitarian, individualisme

Filosofi operasional
Keadilan, kebersamaan, dan tanggung jawab
Liberalisme, laissez faire

Kepemilikan harta
Milik absolut pada Allah SWT, manusia penerima amanah hak milik relatif
Hak milik absolut pada manusia

Sistem investasi
PLS
Bunga

Distribusi kekayaan
Zakat, infaq, sadaqah, wakaf
Pajak

Prinsip jual-beli
Melarang gharar, riba, maysir, najsy, dan barang haram
Tidak jelas melarangnya

Motif konsumsi
Kebutuhan
Keinginan

Tujuan konsumsi
Memaksimumkan maslahah
Memaksimumkan kepuasan

Bab III
Penutup


3.1  Kesimpulan


            Bisnis islam dapat diartikan sebagai serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuk, namun dibatasi dalam cara perolehan dan pendayaan hartanya (ada aturan halal dan haramnya). Dalam arti, pelaksanaan bisnis harus tetap berpegang pada ketentuan syariat (aturan-aturan dalam Al-Qur’an dan al Hadist). Kegiatan bisnis dalam agama islam diperbolehkan dan sangat dianjurkan selama tidak melanggar aturan syariah islam yang berpedoman pada Al-Qur’an dan hadist. Bisnis islam memiliki tujuan untuk kemaslahatan kehidupan manusia baik di dunia maupun diakhirat. Dalam bisnis islam ada beberapa etika dan prinsip bisnis yang telah diajarkan dan ditunjukkan oleh Rasullullah SAW yang harus dijadikan pedoman atau dasar dalam melakukan kegiatan bisnis, selain itu seorang pembisnis muslim juga harus meneladani sifat-sifat dari Nabi Muhammad SAW yaitu siddiq, amanah, tabligh, dan fathanah dalam melakukan kegiatan bisnis. agar bisnis yang dijalani mendapat ridho dan berkah dari Allah SWT.

3.2  Saran

            Dalam berbisnis hendaknya tidak hanya berpikir untuk memperoleh keuntungan duniawi semata tetapi juga memperhitungkan perolehan keuntungan untuk kehidupan diakhirat kelak. Dan sebagai seorang muslim hendaknya kita menjalankan kegiatan bisnis sesuai dengan Al-Qur’an dan hadist yang telah Rasulullah jalani dan tunjukkan kepada semua umat manusia, agar bisnis yang kita jalani selalu di ridhoi dan di berkahi oleh Allah SWT.



Daftar Pustaka

·         Veitzal Rivai, Amiur Nuruddin, Faisar Ananda Arfa.2011. Islamic Business And Economics Etihics.Jakarta:PT.Bumi Aksara.
·         Yasin,Yulin. 2010. 10 Prinsip Bisnis Rasulullah: Prinsip Rasulullah dalam Menggapai Kesuksesan Berbisnis.Jakarta:Kataelha.
·         Veitzal Rivai Zainal, Muhammad Syafi’i Antonio, Muliaman Darmansyah.2013. Islamic Business Management.Yogyakarta;PT.Bumi Aksara.
·         Al-Quran dan terjemahannya,mekah: Khadiman al Haramain asy Syarifain.
·       

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS